Sebagai ibu yang memiliki anak balita, saya senang sekali melihat akun instagram influencer ibu-ibu yang memiliki anak balita juga.
Bukan sebagai pembanding antara anak siapa yang lebih pesat dan cepat perkembangannya, melainkan untuk melihat menu makanan yang dihidangkan sang mom influencer kepada anak balitanya.
Siapa tahu saya bisa recook dan anak saya suka. Maklumlah, urusan memasak saya memang tidak jago-jago amat.
Ada satu akun instagram momfluencer yang suka saya lihat. Sang empunya akun sering membuat konten video anaknya yang sedang lahap menyantap makanan yang sudah disajikan.
Namanya juga anak-anak, balita pula, ya tentu saja anaknya belum memiliki kesabaran yang mumpuni. Ketika makanan terhidang bawaannya pengin langsung dilahap sampai kandas.
Kejadian-kejadian seperti ini sering tersorot di konten sang momfluencer. Tentu menjadi asap yang menimbulkan api hujatan dari netizen yang sok tahu.
"Ih anaknya kok rakus amat".
"Ya ampun, si rakus. Makanan masih panas kok main di seruput saja".
Dan hujatan-hujatan semacam yang ditujukan kepada anak balita tersebut. Di lain hari, sang influencer menghidangkan makanan kepada anaknya seperti biasa.
Kali ini netizen menghujat anak perempuan lucu itu karena dinilai pelit dan enggan berbagi makanan miliknya.
Hal ini bisa memancing emosi netizen karena si ibu mencoba meminta makanan si anak dan seperti anak balita pada umumnya, mereka akan mempertahankan miliknya agar tidak diganggu orang lain.
"Kecil-kecil udah pelit, gimana nanti gedenya ya?"
"Anaknya diajarin berbagi Mbak. Nanti kebiasaan lo jadi pelit".
Andai netizen itu tahu, betapa pentingnya mengajarkan anak balita untuk mempertahankan haknya. Masa-masa balita itu memang harus diajarkan untuk bisa mempertahankan apa yang jadi miliknya.
Anak balita tentu belum bisa mengenal konsep berbagi. Ketika di usia 5 tahun, saat anak sudah siap secara mental dan emosional barulah bisa diajarkan konsep berbagi. Tumbuh kembang seorang manusia tidak bisa langsung sempurna dan memiliki sifat terpuji dalam waktu yang singkat. Apalagi di usia anak-anak.
Menurut psikolog, anak-anak bisa diajarkan berbagi setidaknya saat berusia tiga tahun. Itupun hanya sebatas pengenalan saja melalui contoh dari orang tuanya. Misal, orang tua membawa anak ke panti asuhan untuk berbagi makanan dan mainan. Dari sana anak perlahan belajar konsep berbagi.
Nah, sedangkan mengerti soal berbagi dan konsep giliran, anak baru memahaminya di usia ke 6 tahun. Perkembangan manusia itu kan ada tahapannya. Tidak ujug-ujug tumbuh dengan sifat terpuji.
Toh masih banyak kan netizen yang sudah dewasa tidak bisa mengontrol jarinya untuk tidak berkata kasar di sosial media. Padahal mereka sudah dewasa.
Seharusnya jadilah netizen yang baik. Menegur dan memberitahu orang lain itu ada adabnya kan? Jangan mudah melontarkan kata-kata menyakitkan di halaman sosial media orang lain. Terlebih kepada anak kecil di mana tidak ada yang salah dengan konten makan-makannya. Yuk menjadi netizen yang baik dan pintar. Jangan gawai dalam gengaman saja yang pintar, user nya juga dong.
Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI.
0 Comments